Hasil
otopsi otak yang mengalami stroke.
|
Stroke (bahasa Inggris:
stroke,
cerebrovascular accident, CVA)
adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah
ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan
otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau
mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan
otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu.
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga
di Amerika
Serikat dan banyak negara industri di Eropa
(Jauch, 2005). Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang penderita mengalami
kelumpuhan di anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan
bicaranya. Beberapa tahun belakangan ini makin populer istilah serangan otak.
Istilah ini berpadanan dengan istilah yang sudah dikenal luas, "serangan
jantung".
Stroke terjadi karena cabang pembuluh darah terhambat oleh emboli. Emboli bisa berupa kolesterol atau udara.
Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke
iskemik maupun stroke
hemorragik. Sebuah prognosis hasil sebuah penelitian di Korea
menyatakan bahwa, 75,2% stroke iskemik diderita
oleh kaum pria dengan prevalensi berupa hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol. Berdasarkan sistem TOAST, komposisi terbagi menjadi 20,8% LAAS, 17,4%
LAC, 18,1% CEI, 16,8% UDE dan 26,8% ODE.
Stroke hemorragik
Dalam stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan merusaknya. Pendarahan dapat terjadi di seluruh bagian otak seperti caudate
putamen; talamus; hipokampus; frontal, parietal, dan occipital
cortex; hipotalamus; area
suprakiasmatik; cerebellum; pons; dan midbrain. Hampir 70 persen kasus stroke
hemorrhagik menyerang penderita hipertensi.
Stroke hemorragik terbagi menjadi subtipe intracerebral
hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage (SAH),
cerebral venous thrombosis, dan spinal cord stroke. ICH lebih lanjut terbagi menjadi parenchymal
hemorrhage, hemorrhagic infarction, dan punctate hemorrhage.
Stroke iskemik
Dalam stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke
otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta
jantung (arcus aorta).
Sistem klasifikasi etiologis
Beberapa sistem klasifikasi yang didasarkan kepada
pertimbangan etiologi
telah diterapkan kepada stroke iskemik.
Beberapa sistem tersebut gagal mengikuti perkembangan jaman dan tidak lagi
dipergunakan, beberapa sistem yang lain masih dapat diterima oleh sebagian
masyarakat dan dipergunakan dalam lingkup yang terbatas. Berikut adalah sistem
klasifikasi yang paling mutakhir dan paling banyak digunakan.
Sistem TOAST
Sistem TOAST (bahasa Inggris: Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment) pertama kali dikembangkan kepada
terapi stroke iskemik akut pada awal tahun 1990. Sistem ini didasarkan kepada
sebagian besar fitur klinis namun tetap mempertimbangkan informasi diagnostik
dari CT, MRI, transthoracic echocardiography, extracranial carotid
ultrasonography, dan jika memungkinkan, cerebral angiography.
Sistem TOAST membagi stroke menjadi 5 subtipe yaitu,
large artery atherosclerosis
(LAAS), cardiaoembolic infarct (CEI), small
artery occlusion/lacunar infarct (LAC), stroke of
another determined cause/origin (ODE), dan stroke of an undetermined
cause/origin (UDE).
Sistem CCS
Klasifikasi sistem CCS (bahasa Inggris: Causative Classification of Stroke
System) mirip dengan sistem TOAST dengan
perbedaan dalam subtipe large artery atherosclerosis dibedakan menjadi occlusive
dan stenotic. Sebagai contoh, penurunan diameter ≥ 50%, atau penurunan
diameter <50% disertai plaque ulceration atau trombosis. Dan subtipe undetermined
cause dibedakan lebih lanjut menjadi unknown, incomplete
evaluation, unclassified stroke (more than one etiology), dan cryptogenic
embolism.
Sistem ASCO
ASCO merupakan akronim dari atherothrombosis,
small vessel disease, cardiac causes, and other uncommon causes. Sistem
ASCO merupakan klasifikasi berdasarkan sistem fenotipe. Tiap fenotipe masih terbagi
menjadi jenjang 0, 1, 2, 3 atau 9. Jenjang 0 berarti disease is completely
absent, 1 berarti definitely a potential cause of the index stroke,
2 untuk causality uncertain dan 3 untuk unlikely a direct cause of
the index stroke (but disease is present), 9 bagi grading is not
possible due to insufficient work-up.
Dalam sistem ini, penderita dapat dikategorikan menjadi
lebih dari satu subtipe etiologis, misalnya, penderita dengan ateroma
karotid
yang menyebabkan stenosis 50% dan fibrilasi atrial dengan aterosklerosis dan emboli kardiak, atau dijabarkan menjadi seperti
A1-S9-C0-O3.
Sistem UCSD Stroke DataBank
Sistem UCSD mengklasifikan stroke iskemik menjadi large-vessel
stenotic, large-vessel occlusive, Small-vessel stenotic, small-vessel
occlusive, embolic dan unknown cause. Sedangkan klasifikasi
stroke hemorragik terbagi menjadi subtipe yang sama yaitu tipe intracerebral
dan subarachnoid.
Sistem HCSR
Sistem HCSR (bahasa Inggris: Harvard Cooperative Stroke Registry) membuat klasifikasi menjadi subtipe stroke yang disertai trombosis di arteri atau dengan infark lakunar, cerebral embolism, intracerebral
hematoma, subarachnoid hemorrhage dari malformasi aneurysm atau
arteriovenous.
Sistem NINCDS Stroke Data Bank
Dalam Stroke Data Bank of the National Institute of
Neurological and Communicative Disorders and Stroke memklasifikasi menjadi
subtipe diagnostik berdasarkan riwayat klinis penderita,
pemeriksaan, test laborat meliputi tomografi,
noninvasive vascular imaging, dan saat memungkinkan dan relevan, angiografi.
Dari diagnosa tersebut subtipe infarcts of undetermined cause (IUC)
dapat diklasifikasi ulang menjadi subtipe embolisme idiopatik, stenosis atau trombosis di pembuluh nadi, infark lakunar, infarksi
superfisial dan sindrom
nonlakunar.
Sistem lain
Beberapa ahli lain mempertimbangan klasifikasi berdasarkan fenotipe seperti keberadaan internal
carotid artery plaque, intima-media thickness, leukoaraiosis, cerebral microbleeds
(CMB), atau multiple lacunae.
CMB adalah deposit hemosiderin
intraserebral yang terdapat di ruang pervaskular. Ekspresi CMB sangat tinggi di infark lakunar dan infark aterotrombotik, dan
berekspresi rendah di infarksi kardioembolik. CMB dan leukoaraiosis sangat berkaitan erat. Hasil prognosis
menunjukkan bahwa CMB ditemukan dalam 47-80% kasus primary intracerebral
haemorrhage dan 0-78% dalam kasus ischaemic cerebrovascular disease.
Patofisiologi
Hingga saat ini patofisiologi stroke merupakan studi yang
sebagian besar didasarkan kepada serangkaian penelitian, terhadap berbagai proses yang saling terkait,
meliputi kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion
sel, asidosis,
peningkatan kadar Ca2+ sitosolik, eksitotoksisitas,
toksisitas
dengan radikal bebas,
produksi asam
arakidonat, sitotoksisitas
dengan sitokina, aktivasi sistem komplemen, disrupsi sawar darah otak, aktivasi sel
glial dan infiltrasi
leukosit.
Pusat area otak
besar yang terpapar iskemia akan mengalami
penurunan aliran darah yang dramatis, menjadi cedera dan memicu jenjang reaksi
seperti lintasan
eksitotoksisitas
yang berujung kepada nekrosis
yang menjadi pusat area infark dikelilingi oleh penumbra/zona peri-infarksi. Menurut morfologi, nekrosis merupakan bengkak selular akibat disrupsi inti sel, organel, membran plasma, dan disintegrasi
struktur inti dan sitoskeleton.
Di area penumbra, apoptosis neural akan berusaha dihambat
oleh kedua mekanisme eksitotoksik dan peradangan, oleh karena sel otak yang masih normal akan
menginduksi sistem
kekebalan turunan untuk meningkatkan toleransi jaringan otak
terhadap kondisi iskemia, agar tetap dapat melakukan aktivitas metabolisme. Protein khas CNS seperti pancortin-2
akan berinteraksi dengan protein modulator aktin,
Wiskott-Aldrich syndrome protein verprolin homologous-1 (WAVE-1) dan
Bcl-xL akan membentuk kompleks protein mitokondrial untuk proses penghambatan
tersebut.
Riset terkini menunjukkan bahwa banyak neuron di area penumbra dapat mengalami apoptosis
setelah beberapa jam/hari
sebagai bagian dari proses pemulihan jaringan pasca stroke dengan 2 lintasan,
yaitu lintasan ekstrinsik dan lintasan intrinsik.
Iskemia tidak hanya mempengaruhi jaringan parenkima
otak, namun berdampak pula kepada sistem
ekstrakranial. Oleh karena itu, stroke akan menginduksi imunosupresi
yang dramatis melalui aktivasi berlebih sistem saraf simpatetik, sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi bakterial seperti pneumonia.
Eksitotoksisitas asam glutamat
Asam glutamat
merupakan asam amino neurotransmiter eksitatorial utama di otak,
akan menumpuk di ruang ekstraselular dan mengaktivasi pencerapnya. Aktivasi pencerap glutamat akan
mempengaruhi konsentrasi ion intraselular, terutama ion Na+ dan Ca2+. Peningkatan influx ion Na+
dapat membuat sel menjadi cedera pada awal mula terjadinya iskemia, namun riset
menunjukkan bahwa sebagian besar kerusakan sel yang ditimbulkan oleh toksisitas
asam glutamat saat terjadi iskemia lebih
disebabkan oleh peningkatan berlebih influx ion kalsium intraselular yang kemudian
menimbulkan efek toksik.
Stres oksidatif
Sepanjang proses stroke, terjadi peningkatan radikal bebas seperti anion
superoksida,
radikal hidroksil dan NO.
Sumber utama senyawa radikal bebas turunan oksigen yang biasa disebut spesi
oksigen reaktif dalam proses iskemia adalah mitokondria. Sedangkan produksi senyawa
superoksida saat pasca iskemia adalah metabolisme asam
arakidonat melalui lintasan
siklo-oksigenase
dan lipo-oksigenase.
Radikal bebas juga dapat diproduksi oleh sel
mikroglia yang teraktivasi dan leukosit melalui sistem NADPH
oksidase segera setelah terjadi reperfusi
di jaringan iskemik. Oksidasi tersebut akan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut di jaringan dan merupakan molekul yang penting untuk memicu apoptosis setelah stroke iskemik.
NO umumnya dihasilkan dari L-arginina dengan salah satu isoform
NO
sintase, dan merupakan kluster
diferensiasi neuron di seluruh bagian otak dengan sebutan nNOS.
Aktivasi nNOS memerlukan kalsium/kalmodulin.
Di sisi lain, ekspresi iNOS (bahasa Inggris: inducible NOS) terdapat di sel
radang seperti sel
mikroglia dan monosit. Kedua isoform
nNOS dan iNOS memiliki peran yang merusak otak pada rentang waktu iskemia.
Namun isoform yang ketiga eNOS (bahasa Inggris: endothelial NOS) memiliki efek vasodilasi
dan tidak bersifat merusak.
Aktivasi pencerap NMDA saat iskemia akan menstimulasi
produksi NO oleh nNOS. NO yang terbentuk akan masuk ke dalam sitoplasma dan bereaksi dengan superoksida
dan menghasilkan sejenis spesi oksigen yang sangat reaktif yaitu peroksinitrita
(ONOO-).
Pasca iskemia, kedua jenis spesi oksigen reaktif dan spesi
nitrogen reaktif kemudian berperan untuk mengaktivasi beberapa lintasan
metabolisme seperti radang, apoptosis, dan penurunan pasokan oksigen yang berdampak kepada peningkatan asam laktat melalui glikolisis anaerobik atau asidosis.
Selain itu, akan tampak ekspresi gen
iNOS
di sel vaskular maupun sel yang mengalami peradangan dan ekspresi gen COX-2
di sel saraf di area antara infark dan
penumbra. Kedua gen radang ini akan meningkatkan kerusakan iskemik.
Peroksidasi lipid
Selain menghasilkan berbagai senyawa ROS,
lintasan
asidosis
juga turut serta dalam proses sintesis protein intraselular. Peroksidasi lipid di membran sel yang menginduksi apoptosis
terhadap neuron, akan menghasilkan senyawa aldehida yang disebut 4-hidroksinonenal
(4-HNE) yang akan bereaksi dengan transporter membran seperti Na+/K+
ATPase, transporter
glutamat dan transporter glukosa.
Kerusakan di transporter membran, yang menyebabkan influx berlebih ion Ca2+ dan radikal bebas, lebih
lanjut akan mengaktivasi faktor transkripsi
neuroprotektif seperti NF-κB, HIF-1
dan IRF-1.
Aktivasi faktor transkripsi ini akan menginduksi produksi sitokina radang seperti IL-1, IL-6, TNF-α,
kemokina seperti IL-8, MCP-1,
molekul adhesi sel seperti selektin,
ICAM-1,
VCAM-1
dan gen pro-radang lainnya seperti IIP-10.
Disfungsi sawar darah otak
Sawar darah
otak yang merupakan jaringan endotelium di otak akan merespon
kondisi cedera akibat stroke dengan meningkatkan permeabilitas
dan menurunkan fungsi sawarnya, bersamaan dengan degradasi lamina
basal di dinding pembuluhnya. Oleh sebab itu, pada kondisi akut,
stroke akan meningkatkan interaksi antara sel endotelial otak dengan sel
ekstravaskular seperti astrosit, mikroglia, neuron, dengan sel intravaskular
seperti keping darah, leukosit; dan memberikan kontribusi lebih
lanjut pada proses peradangan, disamping perubahan sirkulasi kadar ICAM-1,
trombomodulin,
faktor
jaringan dan tissue factor pathway inhibitor. Disfungsi endotelial yang menyebabkan
defisiensi sawar darah otak, impaired cerebral autoregulation dan
perubahan protrombotik
dipercaya merupakan penyebab cerebral small vessel disease (SVD).
Penderita (SVD) dapat mengalami infark lakunar, atau dengan disertai leukoaraiosis.
Dari 594 penderita stroke, leukoaraiosis ditemukan dalam
55,4% cerebral large vessel disease (LVD) atau ateroskeloris, 30,3%
dalam SVD dan 14,3% dalam cardioembolic disease. Dalam pronosis LVD,
leukoaraiosis memiliki kecenderungan ke arah grup stenosis intrakranial dengan
40,3% untuk grup intrakranial, 26,9% untuk grup ekstrakranial dan 45,5% untuk
grup kombinasi keduanya. Tidak ditemukan korelasi antara leukoaraiosis dengan diabetes
mellitus, hiperlipidemia,
merokok, hipertensi dan penyakit jantung.
Infiltrasi leukosit
Di jaringan otak terdapat beberapa populasi sel dengan kapasitas untuk mensekresi sitokina setelah terjadi stimulasi iskemia,
yaitu sel endotelial, astrosit, sel
mikroglia dan neuron.
Peran respon peradangan pasca iskemia dilakukan oleh sel
mikroglia, terutama di area penumbra dengan sekresi sitokina pro-radang, metabolit dan enzim
toksik. Selain itu, sel mikroglia dan astrosit juga mensekresi faktor
neuroprotektif seperti eritropoietin, TGFβ1,
dan metalotionein-2.
Terdapat banyak bukti yang menunjukkan peran leukosit terhadap patogenesis cedera akibat stroke seperti
cedera di jaringan akibat reperfusi
dan disfungsi mikrovaskular. Bukti-bukti tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi 3 bagian pokok yaitu,
- terjadi
akumulasi leukosit pasca iskemia hingga terjadi cedera jaringan
- simtoma
iskemia direspon dengan peningkatan neutrofil. Dalam percobaan dengan tikus, rendahnya populasi neutrofil
dalam sirkulasi darah menunjukkan volume infark yang lebih kecil.
- pencegahan
adhesi sel antara leukosit dengan sel endotelial pada sawar
darah otak, dengan antibodi
monoklonal terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap
cedera akibat stroke.
Akumulasi sel T terjadi pasca
iskemia, dan diperkirakan merupakan
penyebab terjadinya reperfusi. Sel T CD8 dapat
menginduksi cedera otak dengan molekul dari granula
sitotoksik. Sel TH1
CD4+
dengan sekresi sitokina pro-radang termasuk IL-2, IL-12, IFN-γ dan TNF-α
dapat memperburuk efek yang ditimbulkan stroke, sedangkan Sel TH2 CD4+
dengan sitokina anti-radang seperti IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13 lebih mempunyai peran protektif.
Pendarahan
Pada percobaan terhadap hewan kelinci, setidaknya sitokina TNF-α
atau antibodinya berperan atas terjadinya pendarahan setelah terjadi stroke iskemik
yang diinduksi oleh klot. Dalam hal ini terjadi peningkatan prognosis
terjadinya pendarahan dari 18,5% menjadi 53,3% dan peningkatan volume pendarahan hingga 87%. Disamping itu, penggunaan tissue
plasminogen activator (tPA) dengan dosis
standar 3,3 mg/kg akan meningkatkan kemungkinan pendarahan dari 18,5% menjadi
76,5%, efek tPA ini dapat diredam dengan penggunaan antibodi anti-TNFα.
Pemberian EPO setelah 6 jam
serangan stroke akan memperburuk pendarahan yang diinduksi tPA dengan mediasi MMP-9,
NF-κB dan interleukin-1 receptor-associated
kinase-1 (IRAK-1).
Pada hewan tikus, TNF-α akan
menginduksi ekspresi MMP-9
yang menurunkan kadar protein dalam sawar darah otak seperti okludin, dan meningkatkan permeabilitas
pada pembuluh
kapiler otak. MMP-9 kemudian memodulasi, Gelatinase A
untuk membuka sawar darah
otak. Pendarahan yang terjadi kemudian direspon tubuh dengan
memproduksi urokinase-type plasminogen activator (uPA). Ekspresi MMP-9
juga dapat diinduksi oleh lipopolisakarida.
Faktor risiko
- Merokok
- Alkohol
- Diet
- tingginya kadar kolesterol
- Riwayat
keluarga
Hipertensi
Hipertensi akan merangsang pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh arteri dan
arteriol dalam otak, serta menginduksi lintasan
lipohialinosis di pembuluh ganglia basal,
hingga menyebabkankan infark lakunar atau pendarahan
otak.
Fibrilasi atrial
Fibrilasi atrial
merupakan indikasi terjadinya kardioembolisme, sedangkan kardioembolisme
merupakan 20% penyebab stok iskemik. Kardioembolisme terjadi akibat kurangnya
kontraksi otot jantung di bilik kiri, disebut stasis, yang terjadi oleh penumpukan
konsentrasi fibrinogen, D-dimer dan faktor
von Willebrand. Hal ini merupakan indikasi status
protrombotik dengan infark miokardial, yang pada gilirannya, akan melepaskan
trombus yang terbentuk, dengan konsekuensi peningkatan risiko embolisasi di
otak. Sekitar 2,5% penderita infark miokardial akut akan mengalami stroke dalam
kurun waktu 2 hingga 4 minggu, 8% pria dan 11% wanita akan mengalami stroke
iskemik dalam waktu 6 tahun, oleh karena disfungsi dan aneurysm bilik
kiri jantung.
Aterosklerosis
Penelitian mengenai lintasan aterogenesis
yang memicu aterosklerosis
selama ini terfokus kepada pembuluh nadi koroner, namun proses serupa juga
terjadi di otak dan menyebabkan stroke iskemik. Aterosklerosis dapat menyerang pembuluh nadi otak seperti pembuluh
karotid, pembuluh nadi
di otak tengah, dan pembuluh
basilar, atau kepada pembuluh
arteriol otak seperti pembuluh lenticulostriate, basilar
penetrating, dan medullary. Beberapa riset menunjukkan bahwa
mekanisme aterosklerosis yang menyerang pembuluh nadi dapat sedikit berbeda
dengan mekanisme kepada pembuluh arteriol.
Aterosklerosis intrakranial dianggap sebagai kondisi yang
sangat jarang terjadi. Hasil otopsi infark otak dari 339 penderita
stroke yang meninggal akibat aterosklerosis intrakranial, ditemukan 62,2% plak
intrakranial dan 43,2% stenosis intrakranial. Hasil otopsi oleh National Cardiovascular Center, Osaka,
Jepang terhadap 142 penderita stroke yang
meninggal dalam waktu 30 hari sejak terhitung sejak terjadi serangan iskemia, menunjukkan bahwa kedua jenis
trombus yang kaya akan keping darah dan
yang kaya akan fibrin
berkembang di culprit plaque di dalam pembuluh nadi otak merupakan
faktor utama penyebab stroke aterotrombotik. 70% kasus stroke kardioembolik menunjukkan
keberadaan trombus sebagai sumber potensial terbentuknya emboli di jantung atau pembuluh balik terhadap penderita patent
foramen ovale dan tetralogy of Fallot. Umumnya trombus yang kaya
akan keping darah yang mengendap di pembuluh
balik jantung, akan terlepas dan membentuk emboli di pembuluh nadi otak.
Diabetes mellitus
Berdasarkan studi hasil otopsi, penderita diabetes
mellitus rentan terhadap infark lakunar dan cerebral small vessel
disease. Studi epidemiologi
menunjukkan bahwa diabetes merupakan faktor risiko bagi stroke iskemik.
Patogenesis stroke yang dipicu tampaknya dimulai dari reasi berlebih glikasi
dan oksidasi, disfungsi endotelial, peningkatan
agregasi keping darah,
defisiensi fibrinolisis
dan resistansi insulin. Dalam hewan
tikus, stroke iskemik yang terjadi dalam
diabetes mellitus akan memicu stroke hemorragik yang disertai dengan peningkatan
enzim MMP-9
di otak yang memperburuk kondisi leukoaraiosis.
Transient Ischemic Attack (TIA)
Transient ischemic attack
(TIA), disebut juga acute cerebrovascular syndrome (ACVS), adalah salah satu faktor
risiko dari stroke iskemik.
TIA dapat dijabarkan sebagai episode singkat disfungsi
neurologis yang biasanya terjadi akibat gangguan vaskular, berupa simtoma iskemia di otak
atau retina yang berlangsung kurang dari 24 jam,
atau kurang dari 1 jam, tanpa meninggalkan bekas berupa infark serebral akut.
Dari sudut pandang lain, oleh karena stroke merupakan
defisiensi neurologis akibat perubahan aliran darah di jaringan otak, maka TIA
dapat dikatakan sebagai indikasi atau simtoma yang ditimbulkan dari perubahan
aliran darah otak yang tidak dapat dideteksi secara klinis dalam waktu 24 jam.
TIA tidak selalu menjadi indikasi akan terjadinya stroke di
kemudian hari, dan jarang sekali dikaitkan dengan stroke hemorragik primer.
Dalam populasi manusia yang telah beranjak tua, TIA diinduksi oleh terhalangnya
aliran darah di pembuluh darah besar terutama akibat aterotrombosis, namun dalam penderita yang
berusia di bawah 45 tahun TIA umumnya disebabkan oleh robeknya pembuluh darah (bahasa Inggris: arterial dissection), migrain
dan obat-obatan sympathomimetic. TIA
juga dapat disebabkan oleh :
- Large
artery atherothrombosis with distal flow reduction
- Arteriosklerosis
di pembuluh darah kecil ("lacunar TiAs")
- Emboli Kardiogenic dan emboli antar-arteri
- Vasospasma
- Vaskulitis
- Sludging-polycythemia.
sickle cell anemia. Trombositemia
dan sejenisnya
- Hypercoaguable
states-puerperium. oral contraceptive use. 'sticky platelet syndrome"
dan sejenisnya
- Meningitis
- Cortical
vein thrombosis-dehydration.
Puerperium.
Infection.
Neoplasma
dan sejenisnya
- Displasia fibromuskular
- Sindrom Moyamoya
- Arteritis Takayasu
0 komentar:
Posting Komentar