Kehidupan barzakh yang dialami oleh seseorang merupakan
sejenis proses pemurnian (tashfiyah).
Manusia-manusia yang memasuki alam barzakh ini seperti dibersihkan dari
kotoran-kotoran dan ia menjalani proses pemurnian tersebut dengan kesadaran.
Kehidupan di alam barzakh adalah tahap awal untuk memetik hasil amal-amal yang
ditanam selama hidup di dunia dan melihat sebagian pahala atau siksaan.
Dalilnya yaitu pernyataan orang-orang yang berdosa ketika ruh mereka dicabut
dari raganya.
Mereka menyesali hasil-hasil amal mereka sehingga ingin kembali hidup lagi di
dunia untuk menebus kesalahan-kesalahannya dengan berbuat baik.
Kalau mereka tidak menyadari mana mungkin memohon permintaan itu.
Al Mukminun 99-100.
99. (Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia)[1021],
100. Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.
Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah Perkataan yang diucapkannya saja.
Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan[1022].
[1021] Maksudnya: orang-orang kafir di waktu menghadapi
sakratul maut, minta supaya diperpanjang umur mereka, agar mereka dapat
beriman.
[1022] Maksudnya: mereka sekarang telah menghadapi suatu kehidupan baru,
Yaitu kehidupan dalam kubur (alam barzakh), yang membatasi antara dunia dan
akhirat.
Al An’am 93.
93. dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada
saya”, Padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang
berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” Alangkah
dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam
tekanan sakratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil
berkata): “Keluarkanlah nyawamu” di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang
sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)
yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayatNya.
Kita ingin membuktikan bahwa hubungan kita dengan para arwah
itu tidak pernah putus.
Para arwah itu juga bahkan bisa mendengarkan pembicaraan kita.
Namun bagaimana dan sejauh mana hubungan ini?
Apakah setiap orang bisa berbicara dengan ruh mana saja yang diinginkan?
Ini yang belum jelas. Ada tiga kelompok ayat dalam al-Quran yang bisa
memberikan jawaban yang tepat.
Kelompok ayat-ayat pertama (QS. 3:169-171)
169. janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di
jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup[248] disisi Tuhannya
dengan mendapat rezki.
170. mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada mereka, dan mereka bergirang hati (memberi kabar gembira) terhadap
orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka[249],
bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.
171. mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari
Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.
[248] Alam Barzakh
[249] Maksudnya ialah teman-temannya yang masih hidup dan tetap berjihad di
jalan Allah s.w.t.
Menurut ayat pertama orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu hidup bahkan dengan jelas dikatakan, sebenarnya mereka itu hidup di sisi
Tuhannya.
Untuk menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hidup itu adalah kehidupan yang
hakiki dan bukan kehidupan non-hakiki (majazi) yaitu dalam arti nama mereka
tetap hidup di hati manusia sekalipun mereka sudah mati.
Allah Swt menjelaskan karakter-karakter hidup seperti menikmati rezeki, untuk
mematahkan anggapan bahwa mereka itu hidup yang bukan sebenarnya.
Pada ayat kedua dijelaskan lagi sinyal-sinyal kehidupan
seperti gembira, dan tidak ada rasa takut.
Bahkan mereka juga merasa gembira dengan kenikmatan yang belum didapat oleh
orang-orang yang ada di belakang mereka yang belum menyusul mereka.
Dalam ayat, “dan bergirang hati terhadap orang yang masih
tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada
mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS. Ali Imran: 170)”, ada kata
kunci yastabsyirun (bergirang hati) yang bisa menjadi kunci jawaban
masalah ini.
Tiga Penafsiran Makna dari Kata “Yastabsyirun”
- Yubasysyirun:
Arti yang paling terang dari kata yastabsyirun adalah yubasysyirun:
“memberi kabar gembira”, atas para pejuang kebenaran yang masih tinggal di
belakang yang belum meriyusul mereka. Jadi lafadz istabsyara (bergirang
hati, gembira) di sini berarti basysyara (memberi kabar gembira: kata
kerja lampau/ fi’il madhi dalam bab taf’il).Ibnu Mandzur, penyusun Lisanul
‘Arab mengatakan istabsyara seperti basysyara.
Dalam kamus Taj al-Arus” Istabsyara seperti basysyara.
Demikian juga dalam kitab Muntaha al-‘Arab, istabsyara artinya memberi
kabar gembira.
Dalam kamus Aqrab al-Mawaairid juga
ditulis istabsyara bih maksudnya absyara, istabsyarahu wa istabsyara bih
artinya basysyarahu.
Dalam kitab Mu’jam al- Wasith dikatakan istabsyara fulanan artinya basysyarahu.
Kalau kita cek kamus-kamus lain maka
kita akan menemukan penjelasan yang sama bahwa istabsyara itu mengandung arti
basysyara. Untuk bentuk muta’adi (intransitif, kata kerja yang memerlukan
objek) memakai tambahan partikel bi.
- Mubasyir artinya yang memberi kabar gembira
- Mubasyar artinya yang diberi kabar gembira
- Mubasyir bih isi pesan gembira.
Orang yang masih tinggal di belakang
mereka (yaitu para pejuang kebenaran) yang belum menyusul mereka adalah
kelompok yang diberi kabar gembira atau mubasyar.
Mereka diberi kabar gembira: bahwa
tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.
Biasanya isi kabar gembira itu
dalam: bahasa Arab memakai partikel tambahan ba, (yang artinya dengan) kalau
pesan beritanya itu dalam bentuk mufrad (tunggal) seperti dalam ayat
fabasyarnahubi ghulamin halim (kami beri kabar gembira kepadanya dengan
kelahiran seorang anak yang sangat sabar (Ismail). (QS. Ash-Shafat:101).
Namun isi pesan pesan ayat ini dalam
bentuk kalimat maka diasumsikan (ditaqdirkan) ada kata-kata yang dibuang yaitu
yaquluuna (mereka berkata).
Para pejuang yang, “Mereka
bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati
terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa
tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS. Ali
imran: 170)”
- Yastabsyiruna:
Artinya “bergembira”. Di dalam ayat-ayat al-Quran banyak kata-kata
yastabsyiruna dengan arti tersebut seperti Mereka bergirang hati dengan
nikmat dan karunia dari Allah (QS. Ali imran: 171),
Maka bergembira-lah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu. (QS
at¬Taubah: 111).Tapi arti ini sangat tidak tepat untuk ayat
wayastabsyiruna billadzina lam yalhaqu bihim min khalfihim (dan bergirang
hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul
mereka…).
Karena orang yang masih tinggal di
belakang tersebut tidak bisa menjadi sumber kegembiraan, sementara dalam ayat
kedua fastabsyirii biba’ikum allad;;yi baya’tum (maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan), jual beli yang telah kamu lakukan memang bisa
menjadi sumber kegembiraan.
Kita bisa mengatakan bahwa manusia
bisa merasakan kegembiraan atas karunia dari Allah tapi akan sangat janggal
kalau dikatakan bahwa mereka. bergembira atas orang-orang yang belum menyusul
mereka. Apalagi orang-orang yang belum menyusul mereka (lam yalhaqu) adalah
orang-orang yang belum menerima kenikmatan. Jadi mana mungkin orang yang sudah
mendapatkan kenikmatan akan bergembira atas orang yang belum mendapatkan
kenikmatan.
- Istabsyara:
Hal itu dianggap masuk dalam bab Istif’al dari basyara yang akan berarti
menuntut kabar gembira, seperti istikhrqja yang artinya menuntut keluar
atau mengusir. Jadi arti ayat wayastabsyiruuna billadzina lam yalhaqu
bihim min khalfihim diartikan ! Mereka meminta kegembiraan/kabar gembira
terhadap orang yang ada di belakang mereka yang belum menyusul.Istif’al
itu berarti menuntut makna dari asal kata sebelum dimodifikasi dalam
bentuk (shigah) istif’al tersebut. Seperti kharaja yang artinya keluar
kalau dimodifikasi menjadi bentuk istakhraja, artinya menuntut keluar.
Jadi mereka yang bergembira dengan
karunia yang diberikan oleh Allah Swt (yaitu para syuhada) mengharapkan
orang-orang yang ada di belakang mereka juga mendapat kegembiraan; Mereka
menunggu bahwa orang yang ada di belakang mereka juga akan menjadi orang¬orang
yang syahid seperti mereka. Efek dari mengharapkan kegembiraaan tersebut
membuat merasa gembira.
Jika makna isytabsyara adalah
demikian (yaitu menuntut atau mengharapkan kegembiraan teman-temannya sendiri)
maka hubungannya tidak secara langsung (karena mengharapkan kegembiraan itu dengan
syarat mereka telah syahid, sementara ini mereka belum syahid jadi tidak
terjadi sebab dan akibat secara berurutan).
lnilah tafsiran yang diberikan
mufasir al-Manar yang memberikan tafsiran demikian cermat dan teliti di
bandingkan yang lain, demikian juga seperti yang dilakukan oleh Fakhrurrazi
Kesimpulannya:
Dari sini kita bisa memahami bahwa ayat yang kedua (QS 3:170) yaitu,
Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah
kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang
yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka
tidak bersedih hati. (QS. Ali Imran: 170)
Itu lebih dekat kalau diberi penjelasan dengan arti
istabsyara ke-1 dan ke-2 tapi arti ke-2 tidak sekuat arti yang ke-1.
Kesimpulannya, manusia-manusia yang kini telah berada di
alam barzakh terlebih orang-orang beriman, mereka itu hidup dengan penuh
kesadaran dan dengan izin Allah SWT terhubung dengan manusia-manusia yang masih
hidup di dunia.